Gugatan Asimilasi Covid-19 Dicabut, Yasonna Laoly: Sudah Waktunya Move On

akarta – Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menyambut baik dicabutnya gugatan hukum atas kebijakan asimilasi dan integrasi terkait Covid-19 oleh Pengadilan Negeri Surakarta, Kamis (3/9/2020). Dengan dicabutnya gugatan itu, Yasonna menyebut jajaran yang dipimpinnya kini bisa memusatkan seluruh energi pada tugas dan fungsi Kemenkumham di bidang hukum dan HAM serta mengatasi dampak pandemi Covid-19 di lingkup Kemenkumham.

“Tentu saya menyambut baik dicabutnya gugatan tersebut. Seperti yang saya yakini dan sampaikan sejak awal, kebijakan asimilasi dan integrasi ini sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Yasonna kepada wartawan, Kamis (3/9/2020).

“Syarat perdamaian yang diajukan penggugat, seperti dibukanya ruang komunikasi untuk memberikan saran terkait asimilasi serta pengetatan syarat pelaksanaan program, juga sudah kami terapkan tanpa diminta sekalipun. Dan yang terpenting, kebijakan itu diambil demi alasan kemanusiaan,” ucap Guru Besar Kriminologi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian itu.

Sebagaimana diketahui, Pengadilan Negeri Surakarta pada hari ini telah mengabulkan permohonan pencabutan perkara nomor 102/Pdt.G/2020/PN. Sukt dan memerintahkan Panitera Pengganti PN Surakarta untuk mencoret perkara itu dari daftar register yang disidangkan dan membebankan biaya perkara kepada penggugat. Majelis Hakim yang dipimpin Bambang Hermanto juga mengatakan bahwa salinan akta perdamaian dan penetapan pengadilan diserahkan satu hari setelah pembacaan penetapan.

Adapun gugatan atas kebijakan asimilasi dan integrasi terkait Covid-19 ini dilayangkan oleh sekelompok advokat Kota Solo yang tergabung dalam Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, serta Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia.

Gugatan itu dilayangkan kepada Kepala Rutan Kelas I A Surakarta, Jawa Tengah, sebagai Tergugat I, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah sebagai Tergugat II, Menteri Hukum dan HAM sebagai Tergugat III, dan Kabapas Surakarta sebagai Tergugat IV.

Sidang pertama dan mediasi atas gugatan ini telah digelar pada 25 Juni silam dan berlanjut dengan mediasi pada 16 Juli.

Sidang penetapan pencabutan perkara ini seyogianya dilakukan pekan lalu. Namun, penetapan dibatalkan karena penggugat prinsipal tidak hadir.

“Sudah waktunya kita move on dari urusan gugatan asimilasi dan mengalihkan energi yang sebelumnya dipakai untuk mengurusi gugatan ini pada pelaksanaan tugas serta fungsi Kemenkumham lainnya demi melayani publik secara maksimal,” ucap Yasonna.

“Selain itu, tentu saja kami kini bisa lebih berkonsentrasi dalam upaya mengatasi penyebaran Covid-19 di lingkup Kemenkumham serta turut berpartisipasi mengatasi dampak pandemi ini di masyarakat. Tentu ini lebih baik agar bangsa kita bisa keluar dari pandemi ini sebagai pemenang,” tuturnya.

Menkumham Yasonna Laoly

Yasonna Laoly Tegaskan Asimilasi dan Integrasi Sesuai Hukum, Tak Perlu Digugat

Jakarta – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut seharusnya tidak ada gugatan hukum atas kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana terkait Covid-19. Hal itu disampaikan Yasonna di Jakarta, menjelang mediasi lanjutan di Pengadilan Negeri Surakarta, Kamis (30/7/2020).

“Sejak awal memang tidak ada unsur perbuatan melawan hukum terkait kebijakan asimilasi dan integrasi ini. Justru kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana berjalan sesuai ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam Permenkumham No 10 Tahun 2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020,” kata Yasonna dalam keterangan pers.

“Jadi, dalam hal ini, kami digugat karena melakukan hal yang sudah sesuai dengan ketentuan hukum dan kemudian penggugat menyatakan siap berdamai asalkan kami memenuhi syarat yang mereka ajukan. Padahal, syarat yang diajukan itu memang sudah kami terapkan tanpa diminta sekalipun saat kebijakan asimilasi dan integrasi ini dijalankan,” ucapnya.

Kebijakan Kemenkumham memberikan asimilasi dan integrasi kepada puluhan ribu narapidana sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 di lingkungan rutan/lapas digugat oleh sekelompok advokat Kota Solo yang tergabung dalam Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, serta Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia.

Gugatan itu dilayangkan kepada Kepala Rutan Kelas I A Surakarta, Jawa Tengah, sebagai tergugat I, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah sebagai tergugat II, Menteri Hukum dan HAM sebagai tergugat III, serta Kabapas Surakarta sebagai Tergugat IV.

Sidang pertama dan mediasi atas gugatan ini telah digelar pada 25 Juni 2020. Mediasi lanjutan semestinya digelar pada 9 Juli, namun batal karena hakim mediasi berhalangan akibat sakit sehingga diundur sepekan berselang.

Di sesi mediasi lanjutan pada 16 Juli, pihak penggugat mengajukan sejumlah syarat untuk dipenuhi terkait asimilasi dan integrasi narapidana. Adapun syarat tersebut adalah agar pihak tergugat membuka ruang komunikasi untuk saran dan masukan terkait pelaksanaan asimilasi dan integrasi serta memperketat syarat-syarat pelaksanaan program asimilasi.

“Padahal, ruang komunikasi sudah dibuka sejak awal agar publik dan pihak-pihak terkait bisa memberikan saran, masukan, bahkan pengaduan terkait asimilasi dan integrasi Covid-19 ini. Kami pun telah berdiskusi dan meminta pendapat dari akademisi serta lembaga kredibel yang terkait, juga melakukan sosialiasi melalui website resmi, media massa, hingga media sosial,” ucap Yasonna.

“Pengetatan pelaksanaan asimilasi dan integrasi pun dilakukan sejak awal, mulai dari prosedur pemberian, pertanggungjawaban keluarga narapidana, pengawasan narapidana asimilasi secara langsung maupun lewat video call berkala dan mekanisme pengawasan daring lain, koordinasi dengan forkopimda serta lembaga penegak hukum lainnya. Evaluasi berkala pun terus kita lakukan untuk memastikan tujuan dari asimilasi dan integrasi ini terpenuhi,” kata menteri yang juga menjadi Ketua Bidang Hukum DPP PDI Perjuangan tersebut.

Dengan pertimbangan itu, menurut Yasonna, sudah semestinya juga gugatan terhadap asimilasi dan integrasi terkait Covid-19 tersebut dicabut.

“Saya melihat tak ada alasan lain bagi penggugat untuk tidak mencabut gugatannya,” ungkap Yasonna.

Lebih lanjut Yasonna mengajak semua pihak untuk memusatkan energi pada penanganan penyebaran dan dampak pandemi Covid-19.

“Pemerintah saat ini terus memusatkan perhatian dan upaya untuk mengatasi penyebaran maupun dampak sosial serta ekonomi yang disebabkan oleh Covid-19 ini,” kata Yasonna.

“Alangkah lebih baik bila energi yang ada kita pakai untuk bergotong-royong mengatasi segala tantangan dan kesulitan sehingga bangsa ini secara bersama-sama bisa keluar sebagai pemenang dalam pertarungan melawan Covid-19,” ucapnya.

Hadapi Sidang Perdana Gugatan Asimilasi, Yasonna Laoly: Asimilasi Covid-19 Sesuai Aturan dan Tidak Melawan Hukum

Jakarta – Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, yakin hakim bisa melihat bahwa kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana memiliki dasar hukum dan berjalan sesuai ketentuan. Hal tersebut dikatakannya menanggapi sidang perdana gugatan atas kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana terkait Covid-19 di Pengadilan Negeri Surakarta hari ini.

“Asimilasi dan integrasi terkait Covid-19 sudah berjalan dengan benar, dalam artian sesuai ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam Permenkumham No 10 Tahun 2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020. Saya yakin hakim bisa melihat dengan jernih bahwa tidak ada unsur melawan hukum dari kebijakan ini serta pelaksanaannya,” tutur Yasonna dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (25/6/2020).

“Selain memiliki dasar hukum, program asimilasi ini juga dilakukan atas dasar kemanusiaan demi mencegah malapetaka luar biasa yang akan terjadi bila Covid-19 sampai masuk dan menyebar di lingkungan lapas/rutan yang over-crowded dan tidak memungkinkan dilakukan physical distancing sebagaimana prinsip pencegahan penularan virus ini. Kebijakan ini dilakukan atas dasar kemanusiaan sebagai upaya menyelamatkan narapidana yang juga punya hak untuk hidup sebagaimana manusia bebas lain,” katanya.

Yasonna juga menyebut bahwa mekanisme pengawasan terhadap narapidana yang dikeluarkan lewat program asimilasi dan integrasi Covid-19 berjalan efektif. Hal ini terlihat dari rasio narapidana asimilasi yang berulah kembali di masyarakat.

“Sejauh ini total narapidana dan anak yang dikeluarkan lewat program asimilasi dan integrasi terkait Covid-19 berjumlah 40.020 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 222 di antaranya terbukti melakukan pelanggaran ketentuan sehingga asimilasinya dicabut,” kata Yasonna dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (25/6/2020).

“Bila dihitung, rasio narapidana asimilasi yang kembali berulah di masyarakat ini adalah 0,55 persen. Angka ini jauh lebih rendah dari tingkat residivisme pada kondisi normal sebelum Covid-19 yang bisa mencapai 10,18 persen. Tanpa mengecilkan jumlah tersebut, rendahnya tingkat pengulangan ini tak lepas dari pengawasan yang dilakukan terhadap narapidana asimilasi,” ucap Yasonna.

Disampaikan oleh Yasonna, pengawasan yang dilakukan terhadap narapidana asimilasi dilakukan dalam tiga tahapan, yakni preemtif, preventif, dan represif. Pengawasan juga tak cuma dilakukan oleh petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Balai Pemasyarakatan (Bapas), melainkan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.

“Salah satu evaluasi yang kami lakukan terkait program ini adalah pentingnya koordinasi pengawasan dan itulah yang kami lakukan. Pengawasan terhadap narapidana asimilasi tak cuma dilakukan oleh petugas PK Bapas, tetapi sampai berkoordinasi dengan penegak hukum lain dan jajaran forkopimda hingga ke level RT/RW,” kata menteri berusia 67 tahun tersebut.

Sebagaimana diketahui, kebijakan Kemenkumham memberikan asimilasi dan integrasi kepada puluhan ribu narapidana sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 di lingkungan rutan/lapas digugat oleh sekelompok advokat Kota Solo yang tergabung dalam Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, serta Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia. Gugatan itu dilayangkan kepada Kepala Rutan Kelas I A Surakarta, Jawa Tengah, sebagai tergugat I, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah sebagai tergugat II, serta Menteri Hukum dan HAM sebagai tergugat III.

Menanggapi tudingan soal keresahan publik akibat kebijakan asimilasi narapidana, Yasonna meyakini masyarakat sudah semakin memahami serta menerima alasan di balik program tersebut. Hal ini disebutnya tak lepas dari upaya yang dilakukan jajarannya dalam memberi penjelasan ke publik, termasuk melakukan konfirmasi atas berita tidak benar terkait narapidana asimilasi.

“Semakin ke sini masyarakat semakin bisa melihat bahwa memang ada faktor kemanusiaan sebagai alasan dikeluarkannya kebijakan asimilasi dan integrasi terkait Covid-19, bahwa ini kebijakan yang harus dilakukan negara dalam menghadapi pandemi ini,” kata Yasonna.

“Selain itu, terintegrasinya pendataan narapidana yang mendapat asimilasi dan integrasi membuat kami sekarang bisa cepat menyampaikan klarifikasi saat ada berita keliru terkait narapidana asimilasi ini,” ucapnya.

Belakangan, program asimilasi dan integrasi narapidana terkait Covid-19 cenderung mulai bisa diterima oleh publik. Anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, bahkan berharap kebijakan ini diperluas hingga menjangkau narapidana khusus terkait narkoba sebagaimana disampaikannya dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Menkumham pada Senin (22/6/2020).

“Asimilasi ini bukan belas kasihan, tetapi memang aturan perundang-undangan yang memungkinkan untuk itu. Hanya, di masyarakat muncul syak wasangka atau pemahaman yang kurang pas,” ujarnya.

“Kementerian Hukum dan HAM perlu melakukan terobosan agar program (asimilasi) berikutnya dipertimbangkan pada pengguna dan korban narkoba,” kata Hinca.

Hal senada disampaikan politikus Partai Nasdem, Taufik Basari, pada kesempatan yang sama.

“Ada persoalan kemanusiaan yang memang harus kita akui ada di situ. Ini (asimilasi dan integrasi) kebijakan yang memang harus dilakukan suatu negara ketika menghadapi pandemi Covid-19. Semestinya masyarakat bisa menerima kebijakan yang baik ini,” katanya.

Yasonna kebijakan asimilasi ini bersih dari pungli

Yasonna Laoly Ingatkan Kakanwil Kumham Tingkatkan Koordinasi dengan Kepolisian

Jakarta – Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, mengingatkan seluruh jajarannya untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian terkait kebijakan asimilasi dan integrasi warga binaan di tengah pandemi Covid-19.  Hal ini disampaikan oleh Yasonna saat memberikan pengarahan secara online terhadap seluruh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM, Senin (20/4/2020).

“Saya harapkan seluruh Kakanwil dan Kadivpas berkoordinasi dengan para Kapolda di seluruh daerahnya agar warga binaan pemasyarakatan yang mengulangi tindak pidana setelah mendapatkan asimilasi dan integrasi untuk segera dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan usai menjalani BAP di kepolisian  agar yang bersangkutan langsung menjalani pidananya,” kata Yasonna dalam keterangan pers kepada wartawan.

“Koordinasi juga harus dilakukan dengan forkopimda (forum komunikasi pimpinan daerah). Selain itu, lengkapi juga administrasi warga binaan yang dibebaskan dengan baik dan juga database pasca-asimilisi Covid-19 agar koordinasi bisa berjalan dengan baik,” ucapnya.

Selain koordinasi, Yasonna juga meminta jajarannya untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan pengawasan terhadap warga binaan yang dibebaskan lewat asimilasi dan integrasi.

Jangan lupa untuk tetap waspada menjaga kesehatan, jangan bermain-main dengan kondisi Covid-19 ini

Jangan lupa untuk tetap waspada menjaga kesehatan, jangan bermain-main dengan kondisi Covid-19 ini

Menurutnya, upaya ini berperan penting dalam menekan jumlah warga binaan yang kembali melakukan tindak pidana setelah mendapatkan program asimilasi.

“Narapidana asimilasi yang melakukan pengulangan tindak pidana didominasi kasus pencurian, termasuk curanmor. Ke depan, semua warga binaan kasus pencurian yang akan mendapat program asimilasi harus dipantau lagi rekam jejaknya. Apabila ada yang tidak benar, jangan diberikan asimilasi karena dapat merusak muruah dari program ini,”” ujar Laoly.

Untuk warga binaan yang sudah dibebaskan, jangan sampai ada di antara mereka yang tidak termonitor dengan baik. Cek langsung ke keluarga tempat warga binaan menjalani asimilasi. Saya minta seluruh Kakanwil memantau program ini 24 jam setiap harinya,” kata Yasonna.

Adapun pengarahan ini dilakukan sebagai bentuk evaluasi atas sikap masyarakat yang mengeluhkan kebijakan asimilasi dan integrasi Covid-19. Keluhan ini muncul akibat sejumlah kasus pengulangan tindak pidana oleh warga binaan yang dibebaskan lewat kebijakan tersebut.

Hingga 20 April 2020 pukul 07.00 WIB, jumlah warga binaan yang dibebaskan lewat program asimilasi mencapai 38.822 orang.

Disebut oleh Yasonna, kendati angka pengulangan tindak pidana itu sebenarnya rendah, berbagai evaluasi tetap harus dilakukan untuk memulihkan rasa aman di dalam masyarakat.

“Hal ini sangat penting kita lakukan. Dari 38 ribu lebih warga binaan yang dibebaskan lewat program ini, asumsikan saja 50 orang yang kembali melakukan tindak pidana. Angka pengulangan ini sebenarnya masih sangat rendah, bahkan jauh di bawah rate residivisme sebelum Covid-19 ini,” ujar Yasonna.

Hal ini harus dilakukan agar masyarakat tidak jadi ketakutan akibat berita miring yang tidak benar

Hal ini harus dilakukan agar masyarakat tidak jadi ketakutan akibat berita miring yang tidak benar

“Tapi, kita tidak boleh beralasan demikian. Terlebih saat ini publik disuguhi informasi yang mengerikan, termasuk yang sebenarnya merupakan hoax, terkait warga binaan asimilasi di sejumlah daerah. Karenanya, bila ada berita di media terkait pengulangan tindak pidana, saya minta setiap kanwil bertindak aktif memastikan kebenarannya di kepolisian. Hal ini harus dilakukan agar masyarakat tidak jadi ketakutan akibat berita miring yang tidak benar,” katanya.

Dalam sesi pengarahan itu, Yasonna kembali mengingatkan agar kebijakan asimilasi ini bersih dari pungli.

“Hukuman berat menanti bila ada pegawai melakukan pungli terhadap narapidana yang berhak mendapatkan program asimilasi. Saya sampaikan, jangan ada yang mencoba bermain,” kata Yasonna.

“Di luar itu, saya ucapkan terima kasih untuk kerja keras setiap pegawai di bawah naungan Kemenkumham menghadapi masa-masa kedepan. Jangan lupa untuk tetap waspada menjaga kesehatan, jangan bermain-main dengan kondisi Covid-19 ini, serta jangan lupa melaporkan setiap kegiatan atau perkembangan yang ada,” ujarnya.